Sob, kali ini gue mau sok bijak dulu ya. Well karena ini sejenis bijak2an gitu, mari kita pakai ‘saya’ saja.
Gulali. Entah kenapa saya pilih kata yang satu itu. Pada tau gulali kan ya? Iya, iya, bener yang itu. He-eh yang itu.. Bener yang itu kok! Iya.. –abaikan--
Well, Gulali punya satu rasa, yaitu manis. Rasa yang mungkin paling disukai oleh sebagian besar manusia di dunia. Bisakah kalian bayangkan hidup tanpa gula? Minum kopi jadi pahit. No cake, no pudding, no bread, dan no-no yang lainnya lagi. Bisa?
Bolehkah saya menarik kesimpulan?
Manusia mencintai manis.
Ya, kita mencintai manis. Termasuk saya, mereka, -mungkin kamu, dan kita.
Coklat rasanya manis. Hampir semua orang menyukainya. Semua masakan ibumu juga hampir semuanya berisi gula. Dan rasanya enak..
Jadi manis itu menyenangkan, bukan? Well, gimana kalau setiap hari saya menyediakan sekarung gulali untukmu? Seriuuus~ Saya akan sediakan Gulali yang manis itu! Tapi dengan satu syarat, kau hanya makan gulali, tidak boleh yang lain!
:) :)
Seperti itu juga kehidupan, teman. Bisa kau bayangkan, jika hidup ini cuma ada satu rasa. Tidakkah itu membosankan? -- Sekalipun rasa itu adalah manis.
Kalau dipikir-pikir, rasanya sudah sepatutnya kita bersyukur untuk setiap rasa yang kita punya.. Entah itu manis, pahit, asam, asin.. entah itu senang, sedih, cobaan, tantangan.. Dan rasanya lagi, Tuhan tak pernah menciptakan hal yang sia-sia. Pun urusannya dengan rasa..
Tapi sayangnya, jarang sekali kita -lebih2 saya-, mengucap syukur ya? Lebih banyak mengeluh, mengadu, dan meratap..
Well, kenapa saya pilih tema ini untuk di post?
Boleh cerita dikit lah ya..
Jadi kemarin, saya –sama seperti manusia pada umumnya- yang mencintai manis, tiba-tiba dihadapkan dengan perubahan yang –bagi saya- terlalu manis. Dalam kurun waktu yang amat cepat, pribadi-pribadi yang dulunya biasa saja berubah jadi begitu manis. Sikapnya, tutur katanya, perlakuannya, semuanya amat manis. Caranya berubah pun manis. Terlalu manis untuk disebut ‘manis’.
Saya, -yang sekali lagi adalah manusia biasa- begitu senang menerima perubahan manis itu. Sangat amat senang. Sampai akhirnya sebuah bisikan mengatakan, ‘hey, tak ada perubahan semanis dan secepat ini, jika tak cepat pula pergi’.
Dan begitulah… belum sempat saya berpikir lebih jauh, manis yang baru saja bertandang di gubuk saya, sudah pergi entah ke istana mana.
Pada kenangan manis itu, saya titipkan sebuah senyum getir, dan salam perpisahan ‘Terimakasih telah bertandang. Walau cuma sesaat' :’)
Agak sakit ya. (-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩__-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩) Hahaha.. oke, oke ini bukan ajang curhat (¯―¯٥)
Setidaknya saya mesti bersyukur, karena si 'manis' sudah berkenan berkunjung ke gubuk ini. Dan at least-nya lagi, saya jadi nambah pengalaman. Untuk menjadikan setiap yang manis untuk dinikmati, tapi setelah pergi harus tetap disyukuri.. *gila, ini bijak banget guenya* Haha..
Well, gulali memang menyenangkan. Tapi ternyata pengandaian untuk arti hidup dimenangkan oleh nano-nano :) Manis, asam, asin, rame rasanya~
Selamat malam :)
STEVIA, 08/12/11, 22 : 24 WIB.
:) :)
Seperti itu juga kehidupan, teman. Bisa kau bayangkan, jika hidup ini cuma ada satu rasa. Tidakkah itu membosankan? -- Sekalipun rasa itu adalah manis.
Kalau dipikir-pikir, rasanya sudah sepatutnya kita bersyukur untuk setiap rasa yang kita punya.. Entah itu manis, pahit, asam, asin.. entah itu senang, sedih, cobaan, tantangan.. Dan rasanya lagi, Tuhan tak pernah menciptakan hal yang sia-sia. Pun urusannya dengan rasa..
Tapi sayangnya, jarang sekali kita -lebih2 saya-, mengucap syukur ya? Lebih banyak mengeluh, mengadu, dan meratap..
Well, kenapa saya pilih tema ini untuk di post?
Boleh cerita dikit lah ya..
Jadi kemarin, saya –sama seperti manusia pada umumnya- yang mencintai manis, tiba-tiba dihadapkan dengan perubahan yang –bagi saya- terlalu manis. Dalam kurun waktu yang amat cepat, pribadi-pribadi yang dulunya biasa saja berubah jadi begitu manis. Sikapnya, tutur katanya, perlakuannya, semuanya amat manis. Caranya berubah pun manis. Terlalu manis untuk disebut ‘manis’.
Saya, -yang sekali lagi adalah manusia biasa- begitu senang menerima perubahan manis itu. Sangat amat senang. Sampai akhirnya sebuah bisikan mengatakan, ‘hey, tak ada perubahan semanis dan secepat ini, jika tak cepat pula pergi’.
Dan begitulah… belum sempat saya berpikir lebih jauh, manis yang baru saja bertandang di gubuk saya, sudah pergi entah ke istana mana.
Pada kenangan manis itu, saya titipkan sebuah senyum getir, dan salam perpisahan ‘Terimakasih telah bertandang. Walau cuma sesaat' :’)
Agak sakit ya. (-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩__-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩) Hahaha.. oke, oke ini bukan ajang curhat (¯―¯٥)
Setidaknya saya mesti bersyukur, karena si 'manis' sudah berkenan berkunjung ke gubuk ini. Dan at least-nya lagi, saya jadi nambah pengalaman. Untuk menjadikan setiap yang manis untuk dinikmati, tapi setelah pergi harus tetap disyukuri.. *gila, ini bijak banget guenya* Haha..
Well, gulali memang menyenangkan. Tapi ternyata pengandaian untuk arti hidup dimenangkan oleh nano-nano :) Manis, asam, asin, rame rasanya~
Selamat malam :)
STEVIA, 08/12/11, 22 : 24 WIB.
Menyenangkan bisa membaca ini :)
ReplyDeleteTentang manusia yang mencintai manis. Simple, tapi kena.
ReplyDeleteTentang syukur karena punya banyak rasa, bukan cuma manis.
Aduh jadi tersipu nih :D *padahal ga ada yang muji*
ReplyDeleteHehe, well, sbnrnya saya lebih banyak ngomong ke diri sendiri sih di tulisan ini. Biar ga ada lagi keluh-kesah, karena yg namanya rasa kan unik ya.. #random hehe..