“Kita memang berbeda. Aku tahu, sama tahunya seperti dirimu. Warna yang mengalir di nadimu, tak sewarna dengan yang mengalir di nadiku. Namun, bukankah kita tak pernah bisa memilih dengan warna apa kita lahir? Kita lahir, lalu menemukan tawa bersama. Menyatukan cerita bersama. Menjumputi mimpi bersama”
Hemmm :) Itu sepenggal kata-kata Samihi ke Manik, tokoh utama di novel Rumah di Seribu Ombak, garapan Bang Erwin Arnada. Sounds great yah :) Novel ini sebagian besarnya mengambil latar persahabatan dari dua anak yang berbeda keyakinan. Yang satu muslim, yang satu hindu. Keduanya berbeda. Beda keyakinan, beda kepercayaan, dan beda suku. Sisi perbedaan yang jarang banget diangkat ke sebuah cerita apalagi novel.
Well, tulisan ini bukan buat bahas isi novelnya kok :) Beli novelnya aja buat lengkapnya. Hahaha.. dan adalah gue yang udah ga sabar nunggu filmnya tayang ;)
Dan, hap! Di tulisan ini sebenernya gue pengenpamer cerita bahwa seharian kemarin gue melakukan ‘me time’ yang super menyenangkan. Nge-bo-lang. Hahaha.. alone.
Dengan ditemani motor gaul catchy kesayangan, perbolangan itupun dimulai. Dan, wooot, akhirnya ngerasain Bali lagi. Akhirnya menghirup udara Bali lagi. Akhirnya liat sawah, dengan bukit dan gunung sebagai backgroundnya. Akhirnya, dan akhirnya.
Sejujurnya gue ga tau arah, dan ga tau mau kemana. Sampai akhirnya setelah cukup pegel bawa itu motor dengan kecepatan rata-rata 60-65 km/jam (ga berani lagi di atas itu) selama sekitar sejam, gue baru sadar ini entah udah di daerah mana -__- Dan guepun memutuskan buat muter arah ._.
Haphap. Setelah lewat ini itu, akhirnya sampailah di sebuah resto lesehan, yang catchy abis. Jadi letak restonya ini persis tepi pantai, dengan pemandangan yang uowohoo~ Di depan resto ada bentangan sawah nan hijau. Sementara tepat di restonya, ada pantai yang terhampar luas dengan jukung-jukung tertaut di tepian.
Ada banyak saung. Gue pilih yang pinggir, biar bisa ngansos sekalian ngadem, dan liat pantai leluasa ;) Gue kira kalau mau mesen makanan, bakal ada pelayan gitu yang nyamperin, sambil ngasih menu, kaya di tempat makan biasa gitu. Ternyata enggak. Haha. Si mbak-mbak pelayan akhirnya nyamperin, dan bilang : kalau mau pesen ikan, bisa milih ikannya sendiri disana (sambil nunjuk ibu-ibu).
Dengan muka antusias setengah bego, guepun turun dari saung, dan yeay, milih ikan :D Ada banyak jenis ikan segar. Si ibu jelasin ini namanya ikan apa, itu ikan apa. Guepun asal comot.
Sembari nunggu hidangan datang, gue menikmati ‘hidangan’ Tuhan dulu di saung ;) Haha, yes, again, pemandangan pantai yang akhirnya liat lagi setelah lama tinggal di Bogor. Dan beneran, ini tempat enak banget. Mana adem, bersih, catchy, pohon kelapa tepi pantai, dan yah tinggal loncat dari saung, kita bisa main pasir pantainya.
Sampai akhirnya hidangan dataaaaanggg. Ini diaaaaa ;)
Enaknya pake banget. Sumpah, ga bohong. Ikannya empuk dan bumbunya meresap gitu. Sambalnya gak usah ditanya, khas bali. Pedes parah. Haha..
Well, mungkin pada bingung, ini apa hubungannya prolog di atas dengan cerita perbolangan gue yah? :D
Sesungguhnya tempat gue berada saat itu, adalah latar dari semua cerita dalam novel Rumah di Seribu Ombak. Ya-ha. LOVINA. Seribu ombak itu adalah pantai ini.. Pantai Lovina.
Buat gue, ‘me time’ adalah kebutuhan. Dan bertualang adalah hal yang selalu menyenangkan. Ada saatnya kita harus gendong tas kita, pergi ke suatu tempat yang baru, dan belajar banyak hal dari situ. Ada saatnya lo ngasih waktu buat diri lo sendiri untuk tenang dan menikmati alam. Percaya, itu menyenangkan, dan menenangkan :”)
Ratna Sofia.
Juli 2012. Sebelum Ramadhan :D
Dan, hap! Di tulisan ini sebenernya gue pengen
Dengan ditemani motor gaul catchy kesayangan, perbolangan itupun dimulai. Dan, wooot, akhirnya ngerasain Bali lagi. Akhirnya menghirup udara Bali lagi. Akhirnya liat sawah, dengan bukit dan gunung sebagai backgroundnya. Akhirnya, dan akhirnya.
Sejujurnya gue ga tau arah, dan ga tau mau kemana. Sampai akhirnya setelah cukup pegel bawa itu motor dengan kecepatan rata-rata 60-65 km/jam (ga berani lagi di atas itu) selama sekitar sejam, gue baru sadar ini entah udah di daerah mana -__- Dan guepun memutuskan buat muter arah ._.
Haphap. Setelah lewat ini itu, akhirnya sampailah di sebuah resto lesehan, yang catchy abis. Jadi letak restonya ini persis tepi pantai, dengan pemandangan yang uowohoo~ Di depan resto ada bentangan sawah nan hijau. Sementara tepat di restonya, ada pantai yang terhampar luas dengan jukung-jukung tertaut di tepian.
Ada banyak saung. Gue pilih yang pinggir, biar bisa ngansos sekalian ngadem, dan liat pantai leluasa ;) Gue kira kalau mau mesen makanan, bakal ada pelayan gitu yang nyamperin, sambil ngasih menu, kaya di tempat makan biasa gitu. Ternyata enggak. Haha. Si mbak-mbak pelayan akhirnya nyamperin, dan bilang : kalau mau pesen ikan, bisa milih ikannya sendiri disana (sambil nunjuk ibu-ibu).
Dengan muka antusias setengah bego, guepun turun dari saung, dan yeay, milih ikan :D Ada banyak jenis ikan segar. Si ibu jelasin ini namanya ikan apa, itu ikan apa. Guepun asal comot.
Sembari nunggu hidangan datang, gue menikmati ‘hidangan’ Tuhan dulu di saung ;) Haha, yes, again, pemandangan pantai yang akhirnya liat lagi setelah lama tinggal di Bogor. Dan beneran, ini tempat enak banget. Mana adem, bersih, catchy, pohon kelapa tepi pantai, dan yah tinggal loncat dari saung, kita bisa main pasir pantainya.
Sampai akhirnya hidangan dataaaaanggg. Ini diaaaaa ;)
Enaknya pake banget. Sumpah, ga bohong. Ikannya empuk dan bumbunya meresap gitu. Sambalnya gak usah ditanya, khas bali. Pedes parah. Haha..
Well, mungkin pada bingung, ini apa hubungannya prolog di atas dengan cerita perbolangan gue yah? :D
Sesungguhnya tempat gue berada saat itu, adalah latar dari semua cerita dalam novel Rumah di Seribu Ombak. Ya-ha. LOVINA. Seribu ombak itu adalah pantai ini.. Pantai Lovina.
![]() |
Another God's Love - Lovina |
Ratna Sofia.
Juli 2012. Sebelum Ramadhan :D
suatu hari gw kesono ah
ReplyDeleteanterin gue ke ujung genteng milll :( atau green canyonnn..
ReplyDelete